RSS

pengertian iman



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN IMAN
            Iman berasal dari kata aamana (mempercayai).Maka iman berarti kepercayaan.[1]Dalam bahasa Indonesia ada pula kata yakin (berasal dari ar.aqal)yang berarti percaya sungguh-sungguh.Dalam hadist di riwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
            Iman menurut bahasa adalah membenarkan dengan hati atau percaya, sedangkan menurut syara’ iman itu bukanlah suatu angan-angan akan tetapi apa yang telah mantap dalam hati dan dibuktikan lewat amal perbuatan. Hal ini tercermin dalam salah satu hadis Nabi yang berikut ini:
Terjemahnya:
“Iman itu bukanlah dengan angan-angan tetapi apa yang telah mentap di dalam hatimu dan dibuktikan kebenarannya dengan amal”.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia dikatakan bahwa:
“Iman secara bahasa berasal dari kata anamah yang berarti menganugrahkan rasa aman dan ketentraman, dan yang kedua masuk ke dalam suasana aman dan tentram, pengertian pertama ditunjukkan kepada Tuhan, karena itu salah satu sifat Tuhan yakni, al-Makmun, yaitu Maha Memberi keamanan dan ketentraman kepada manusia melalui agama yang diturunkan lewat Nabi. pengertian kedua dikaitkan dengan manusia. Seorang mukmin (orang yang beriman) adalah mereka memasuki dalam suasana aman dan tentram menerima prinsip yang telah ditetapkan Tuhan”.
            Menurut para ulama’, iman kepada Allah dan Rasulnya dilakukan dengan mengakui dalam hati, mengucapkan secara lisan, dan mewujudkannya dalam perbuatan. Wujud iman dengan lisan adalah dengan mengucapkan kalimat syahadat “asyhadu an-laa ilaaha illallaah,  wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.”  yang artinya “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya besaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan/rasul Allah.” Mengucapkan kalimat syahadat sendiri merupakan rukun Islam yang pertama, yang dapat dikatakan merupakan titik awal atau permulaan Islam dalam diri kita.
            Kalimat syahadat yang pertama sendiri, “asyhadu an-laa ilaaha illallaah”, menunjukkan pengakuan kita bahwa Allah merupakan satu-satunya tuhan. Seorang muslim harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidup, satu-satunya penolong, dan satu-satunya dzat untuk disembah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an:  Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (Al Fatihah:4). Sedangkan kalimat syahadat yang kedua,” wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah”,  adalah pengakuan kita terhadap Nabi Muhammad sebagai rasul Allah. Pengakuan ini pun menunjukkan bahwa sebagai seorang muslim harus meyakini ajaran Islam yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad. Percaya kepada Allah dan rasul-Nya tidak hanya cukup diucapkan melalui kalimat syahadat, yang lebih penting adalah hati kita sendiri membenarkan pernyataan itu. Tidak akan berarti apa-apa ucapan kalimat syahadat secara lisan yang tidak dibarengi dengan ucapan dalam hati kita. Dengan tidak sepenuhnya mengucapkan dan membenarkan kalimat syahadat ini maka amalan seperti sholat, puasa, zakat tentunya akan menjadi sia-sia.
Adapun Rukun Iman itu terdiri atas 6 pokok keyakinan,yaitu :
1)      Yakin akan Tuhan Yang Maha Esa
2)      Yakin akan Malaikat-Malaikat
3)      Yakin akan Kitab-Kitab Suci Allah.
4)      Yakin akan Rasul-Rasul Allah
5)      Yakin akan Yaumul Akhir (hari akhir )
6)      Yakin akan Qadha’ dan Qadar  yang berasal dari Allah.

I.            Pengertian Iman kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
II.            Pengertian  Iman Kepada Malaikat
Salah satu makhluk Allah swt. yang diciptakan di alam ini adalah malaikat. Dia bersifat gaib bagi manusia, karena tidak dapat dilihat ataupun disentuh dengan panca indra manusia.

Sebagai muslim kita diwajibkan beriman kepada malaikat. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang kedua. Apa yang dimaksud iman kepada malaikat? Iman kepada malaikat berarti meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dariAllah. Dasar yang menjelaskan adanya makhluk malaikat tercantum dalam ayat berikut ini yang artinya :
“Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.” (Q.S. Fatir: 1)
III.            Pengertian  Beriman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala merupakan salah satu rukun iman. Yakni meyakini dengan keyakinan yang kuat bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki kitab-kitab yang Dia turunkan kepada para rasul yang dikehendaki-Nya, Dia turunkan dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang terang. Kitab-kitab tersebut adalah Kalamullah (Firman/ Perkataan Allah) bukan makhluk. Maka wajib beriman secara global kepada semua kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala, dan wajib beriman secara rinci kepada kitab-kitab yang disebutkan namanya secara rinci.
Beriman kepada Kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala mencakup beberapa hal berikut:
1. Mengimani bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar turun dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Beriman terhadap kitab yang kita ketahui nama-namanya. kita mengimaninya sesuai dengan namanya, seperti beriman bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menurunkan kitab Al-Qur`an. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Baqarah: 185)
IV.            Pengertian Iman kepada Rasul Allah SWT
Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari enam rukun yang wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah swt. untuk menerima wahyu dariNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Pengertian rasul dan nabi berbeda. Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kepada umatnya.Nabi adalah manusia pilihan yang di beri wahyu oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri tetapi tidak wajib menyampaikan pada umatnya. Dengan demikian seorang rasul pasti nabi tetapi nabi belum tentu rasul. Meskipun demikian kita wajib meyakini keduanya.
Firman Allah SWT :
“Dan kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan.Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al An’am 6 : 48)
.    Tanda-Tanda Beriman Kepada Rasul-Rasul Allah SWT
1.      Teguh keimananya kepada Allah SWT
2.      Mempercayai ajaran yang disampaikan para Rasul
3.      Mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasul
4.      Menjadikan Rasul sebagai teladan hidup, baik sebagai pribadi ataupun pemimpin umat

V.            Pengertian beriman kepada Hari Akhir
Beriman kepada Hari Akhir adalah percaya atau meyakini dengan sepenuh hati bahwa Hari Akhir itu pasti akan terjadi atas kehendak Allah SWT. Hari Akhir yaitu hari berakhirnya (hancurnya) segala sesuatu yang ada di alam dunia ini. Tidak ada satupun makhluk yang mengetahui secara pasti kapan terjadinya Hari Akhir itu, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Iman kepada Hari Akhir merupakan rukun iman yang kelima, barangsiapa yang tidak mempercayai kedatangannya maka ia kafir. Tentang Hari Akhir yang pasti terjadi itu, Allah menegaskan dalam Al-Qur’an :

Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan sungguh Allah akan membangkitkan semua orang di dalam kubur. (QS. Al-Hajj : 7)
VI.            Pengertian Qadha dan Qadar
Beriman kepada qadha dan qadar  merupakan rukun iman yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui terlebih dahulu karena Allah SWT merencanakan serta yang menentukannya.  Manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT sekalipun ia manusia yang terpandai di dunia ini.
Manusia punya rencana, tetapi Tuhan yang menentukan. Ungkapan ini banyak benarnya dan kedudukan Allah SWT juga kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya. Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata.
Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang pasti berlaku bagi setiap makhluk sesuai dengan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang  Artinya : “Dan segala sesuatu  pada sisi-Nya ada ukurannya.”QS.A-rRo’du:8)
Dari pengertian hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri  manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Qadha dan qadar disebut juga dengan takdir.
2.2  WUJUD IMAN
Wujud dari iman adalah sebuah pekerjaan di dalam hati dan angan-angan kita, seperti halnya bila kita menghendaki mewujudkan sesuatu benda atau mewujudkan sesuatu gambar, maka hati dan pikiran kita sepenuhnya tertuju pada benda atau gambar tersebut sampai selesai. Demikian juga dengan wujud iman, wujud dari iman adalah semua pekerjaan yang kita lakukan yang diniatkan  semata-mata hanya untuk beribadah dan mencari ridho Allah dan angan-angan kita hanya tertuju kepada Allah (bertauhid kepada Allah). Bila pekerjaan tersebut selesai maka hati dan angan-angan tidak berhenti bekerja mewujudkan benda atau gambar  tersebut, demikian juga dengan iman sebelum kita bertemu dengan Allah dihari kiamat maka hati dan angan-angan kita tidak berhenti untuk beriman. Bila jasad kita telah mati maka ruh kita yang melanjutkan pekerjaan iman kita tersebut sampai dengan hari akhir (kiamat). Dari hal tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa sewaktu-waktu dikala kita sedang bekerja, sedang tidur bahkan sedang buang hajatpun hati dan angan-angan kita tetap hanya tertuju kepada Allah S.W.T semata, karena beriman yang seperti itu merupakan kunci dari semua urusan peribadahan yang kita lakukan terutama pada saat kita sholat.
Pada umumnya bila kita bersholat Allahhu Akbar kita menyebut  asma Allah.Angan-angan dan pikiran kita tertuju pada hal lain, contoh seperti kita ingat pasar, memikirkan hutang, memikirkan pekerjaan kantor dan sebagainya selain Allah, maka sebenarnya hanya yang seperti itu  disebut orang munafik, fasik, kafir hatinya. Dan hal tersebut yang sebenarnya disebut menyekutukan Allah S.W.T. seperti dalan Fiman Allah dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah : 165 :
http://www.manbauladhim.byethost7.com/images/a.JPG
Artinya :
Dan di antara manusia ada orang-orang  yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah
2.3  PROSES TERBENTUKNYA IMAN
Sejak awal roh manusia telah mengambil kesaksian bahwa Rabb-Nya adalah Allah SWT.Ini berarti setiap manusia mempunyai benih iman, sesuai dengan surat:
وَإِذْأَخَذَرَبُّكَمِنْبَنِيآدَمَمِنْظُهُورِهِمْذُرِّيَّتَهُمْوَأَشْهَدَهُمْعَلَىٰأَنْفُسِهِمْأَلَسْتُبِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوابَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْتَقُولُوايَوْمَالْقِيَامَةِإِنَّاكُنَّاعَنْهَٰذَاغَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketikaTuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap  jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (EngkauTuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadapini(keesaanTuhan)",
(QS: Al-A'raf Ayat: 172)
Potensi fitrah atau iman Islam tersebut perlu di tindak lanjuti dan yang paling berkompeten menumbuhkan potensi iman Islam tersebut adalah kedua orang tua.Seperti hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, kedua orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi,Nasrani atau Majusi”.
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan.Pada dasarnya proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan,kemudian meningkat menjadi senang atau benci.Mengenal ajaran Allah  adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah.Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran
 Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman.Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan,seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi  senang.Seseorang  harus di biasakan untuk melaksanakan apa yang diperintah Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya,agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran- ajaran Allah.
2.4  TANDA-TANDA ORANG YANG BERIMAN
Berikut tanda-tanda orang yang beriman kepada Allah SWT menurut Al-Qur’an:
1.      Sangat mencintai Allah SWT.
Ketahuilah bahwa orang kalau sudah mencintai pastinya akan sangat trengginas, cekatan dan aktif, dan dalam hal ini melakukan berbagai macam kebajikan sebagai wujud akan rasa cintanya.
Dalilnya, Suarat Al-Baqarah ayat 165.
 dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
[106] Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
2.      Menjadi Kader Perjuangan Islam.
Dalil SUrat Al-Anfaal ayat 64-65  
 Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.
65. Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[623].
[623] Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang hanya semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya.

3.      Selalu Komitmen dalam Syahadatnya.
Dalil Surat Al-Fath ayat 18  
18. Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[1399], Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)[1400].
[1399] Pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
[1400] Yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.
4.      Tiap Pekerjaan selalu didasari Ilmu.
Dalil Surat Al-Isar' ayat 36
dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
5.      Mentaati Aturan.
Dalilnya Surat AN-Nisa' ayat 60, 65.
60. Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
[312] Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi. Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut hawa nafsu. 2. berhala-berhala.
Surat An-Nur ayat 51  
51. Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
[1045] Maksudnya: di antara kaum muslimin dengan kaum muslimin dan antara kaum muslimin dengan yang bukan muslimin.
Surat Al-Ahzab ayat 36.
36. dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.
6.      Hidup Berjamaah
Surat An-Nisa' ayat 59.
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
7.      Senantiasa Bersyukur.
Dalinya SUrat Saba ayat 13.
13. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.

2.5  MENGENALI ALLAH (MA’RIFATULLAH)
Dalam khasanah Islam, kata Ma’rifatullah tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Tetapi dengan semakin adanya perkembangan jaman lama-kelamaan istilah ini mulai kurang dipahami oleh kaum muslimin bahkan akan mungkin terdengar aneh karena makin banyak kaum muslimin yang belum mengenal istilah ini.
            Kata Ma’rifatullah berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, ‘irfatan, wa ‘irfanan, wa ‘iroffanan, wa ma’rifatan. Arti menurut istilah ialah ‘pengetahuan yang sangat pasti tentang al-Khaliq (Allah swt) yang diperoleh dari hati sanubari. Makrifat adalah hadirnya al-Haq sementara kalbunya selalu berhubungan erat dengan nur-Nya. DR. Mustafa Zuhri mengungkapkan bahwa makrifat adalah ketetapan kalbu dalam meyakini wujud al-Wajib (Allah Swt) yang menggambarkan segala kesempurnaan. Sedangkan Imam Al-Qusyairi berkata menyatakan bahwa makrifat adalah membuat ketenangan dalam kalbu sebagaimana ilmu membuat ketenangan pada akal pikiran. Semakin meningkat makrifat seseorang maka akan semakin meningkat pula ketentuan kalbunya.[2]
            Mungkin ada kalangan kaum muslimin yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu berbicara tentang Allah (makrifat) padahal kita sudah sering mendengar dan menyebut nama-Nya, dan kita tahu bahwa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup untuk kita? Jawabannya adalah tidak. Jangan sekali-kali kita merasa cukup dengan pemahaman dan pengenalan yang kita miliki kita terhadap Allah. Karena semakin memahami dan mengenali-Nya kita merasa semakin dekat dengan-Nya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi, kita bisa terhindar dari pemahamn-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita terhindar dari sikap-sikap yang salah tentang Allah.
Urgensi Ma’rifatullah
            Nabi Muhammad Saw pernah bersabda dalam sebuah hadis yaitu “Awwalu al-din ma’rifatullah” (pertama sekali al-din atau keberagaman itu adalah ma’rifatullah. Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa ma’rifatullah berarti mengenal Allah atau merasakan kehadiranNya. Kemampuan kita untuk merasakan kehadiran Ilahi yang senantiasa berada dalam diri kita dalam kehidupan ini akan membawa kita untuk melakukan ibadah sesuai dengan ajaran islam dengan lebih baik. Sehingga hal itu akan menjauhkan kita untuk berbuat hal-hal yang dilarang pleh ajaran Islam.
Tujuan Ma’rifatullah
            Tujuan dari ma’rifatullah adalah semakin memahami dan mengenali-Nya kita merasa semakin dekat dengan-Nya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi, kita bisa terhindar dari pemahamn-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita terhindar dari sikap-sikap yang salah tentang Allah.
Manfaat Ma’rifatullah
            Penataan diri lewat ma’rifatullah akan membuat hidup ini semakin indah, tenang tanpa rasa takut bahkan terhadap rezeki, karena kita akan mempercayai pada Allah Swt bahwa rezeki kita akan dijamin oleh-Nya. Selain itu hati kita akan selalu merasa dekat dengan Allah Swt sekalipun dalam keramaian yang akan menyebabkan kita akan merasa lebih tuma’ninah (nikmat) dalam menjalankan ibadah kita tanpa merasa ada keberatan atau keterpaksaan dalam menjalankan segala yang diperintahkan oleh-Nya.
            Sebagai usaha kita untuk mengenali Allah Swt maka kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk mengetahui sifat-sifat Allah, yaitu[3] :
1.      Wujud:Berarti “ada”, maka mustahil Allah itu tidak ada.
2.      Qidam:Qidam artinya “terdahulu”(tanpa ada awalnya), maka mustahil Allah itu     didahului oleh ‘adam(ketiadaan).
3.      Baqa’:Artinya “kekal”, maka mustahil Allah binasa
4.      Mukhalafu lil-Hawadist:Artinya berlawanan dengan segala sesuatu yang baru, maka mustahil bagi Allah bersamaan dengan segala sesuatu yang baru.
5.      Qiyamuhu Binafsihi:Artinya berdiri sendiri, maka mustahil Allah tidak berdiri dengan sendirinya.
6.      Wahdaniyah:Artinya Esa dzt-Nya, sifat-Nya, dan fi’il-Nya
7.      Qudrat:Artinya Allah itu kuasa
8.      Iradat:Artinya ialah berkehendak (berkeinginan), maka mustahil Allah bersifat       terpakasa.
9.      ‘Ilmun:Ilmun artinya mengetahui, maka mustahil Allah itu jahil (tidak mengetahui)
10.  Hayat:Hayat itu artinya hidup. Mustahil Allah itu mati
11.  Sam’un:Sa’mun artinya mendengar, mustahil Allah itu tuli
12.  Bashar:Bashar artinya melihat, maka mustahil Allah itu buta.
13.  Kalam:Kalam artinya berbicara, maka mustahil Allah tidak dapat berbicara.
2.6  METODE  MA’RIFATULLAH
Hal ini sangat perlu dan wajib kita ketahui, karena tatkala seseorang tidak mengenal cara yang benar dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla, maka ia akan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla dengan cara-cara keliru. Contoh kekeliruan dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla adalah dengan anggapan bahwa mengenal Allah seperti mengenal diri sendiri, mereka berdalil: “Siapa yang mengenal dirinya maka mereka akan kenal dengan Tuhannya” ungkapan tersebut adalah hadist maudhu (palsu).
Berikut Manhaj (metode) dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla adalah:
1. Mentadabburi dan tafakkur terhadap kebesaran ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keagungan-Nya, karena dengan melakukan hal seperti itu akan mengantarkan seseorang kepada mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengenal kekuasaan-Nya, dan keagungan-Nya serta rahmat-Nya. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”.(QS. al-A’raf: 185)“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pada pertukaran malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.” (QS. Ali Imran: 190)
Tatkala seseorang mau mengkaji dan mentadabburi ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung ini, maka dengan sendirinya mereka akan semakin yakin dan kagum kepada Penciptanya, Dzat yang maha segala-galanya dan tidak bisa disaingi oleh siapapun. Lihatlah langit, bulan, matahari, siang, malam bahkan manusia sendiri yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk. Semua ini menunjukkan kehebatan Sang Pencipta.
2. Mengkaji ayat-ayat Syar’i (al-Qur’an)
Seseorang yang ingin kenal dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka wajib baginya untuk memandang ayat-ayat Syar’i, yaitu alqur’anul karim. Karena tidak cukup hanya dengan melihat keagungan ciptaan-Nya saja. Al-Qur’an akan memberikan keyakinan dan akan memperkenalkan kepada tentang Allah ‘Azza wa Jalla, ia merupakan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalamnya terdapat kemaslahatan-kemaslahatan yang besar, karena tidak akan tegak kehidupan makhluk, baik di dunia maupun di akhirat kecuali dengan mengenalnya. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur’an. Kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari Allah, maka sungguh mereka akan mendapati perselisihan yang sangat banyak di dalamnya”.(QS. an-Nisaa’: 82)
Tentu semua ini harus dikaji dengan ilmu, sedangkan untuk mendapatkan ilmu seseorang tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu datangnya ilmu tersebut. Hendaklah seseorang yang akan mengenal Allah I mau belajar, hadir di majelis-majelis ilmu, mempunyai perhatian tentang Aqidah yang Shohih.Semakin tinggi ilmu seseorang tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia akan semakin mengetahui nikmat dan manfaat yang dapat ia rasakan, bahkan ia akan semakin takut untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiyat, dan juga ia akan merasakan semakin kuat dorongan di dalam beramal sholeh dan melaksanakan syari’at agama ini. Hal ini disebabkan karena perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain adalah realisasi dari mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Untuk menambah bahan bacaan dalam hal ini kami anjurkan para pembaca untuk membaca buku-buku aqidah seperti:
Syarah Tsalatsatul Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, kitab Tauhid oleh Syaikh Sholeh al-Fauzan dari jilid 1 – 3.
4 hal pokok yang wajib diperhatikan dalam mengenal Allah ‘Azza wa Jalla dan beriman dengan-Nya.
1.  Beriman dengan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Seorang yang mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala  wajib baginya meyakini adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dengan dalil akal maupun dalil naqli (al-Quran dan Sunnah)
2. Beriman dengan Rububiyah Allah ‘Azza wa Jalla
Meyakini bahwa Dialah satu-satunya Robb, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Allah  yang menghidupkan, mematikan, memberi rezki, serta mengatur alam semesta ini.
3 Beriman dengan Uluhiyah-Nya Allah Subhanahu wa Ta’ala
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya zat yang harus disembah dan diibadati.
4. Beriman dengan asma’ dan sifat-Nya.
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang husna sesuai dengan kemuliaan-Nya, dan wajib menetapkan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Buah dari mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ma’rifatullah)
Ketika seorang muslim telah kenal dengan Robbnya dengan benar, maka dengan sendirinya ia akan merasakan kenikmatan, ketenangan dan kebahagian hidup serta mampu menghadapi kehidupan dengan baik. Ibarat pepatah mengatakan tak kenal, maka tak sayang, dan tak sayang maka tak cinta.
Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam kitab beliau Syarah Tsalasatul Ushul, bahwa buah yang didapatkan bagi orang yang beriman dengan Allah Subhanahu wa ta’ala (ma’rifatullah) adalah sebagai berikut :
1. Terwujudnya tauhid yang sesungguhnya, karena ia tidak lagi mempunyai ketergantungan, pengharapan dan rasa takut kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, dan ia tidak menyembah kecuali kepada-Nya.
2. Sempurnanya cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengagungkan-Nya, disebabkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai nama-nama yang husna dan sifat-sifat yang tinggi yang tidak sama dengan makhluk. Dengan mengetahui hal tersebut, akan bertambah yakin dengan kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla.
3. Dengan  mengenal  Allah Subhanahu  wa Ta’ala  dan  beriman kepada-Nya, maka seseorang bias mewujudkan ibadah yang sesungguhnya kepada Allah Ta’ala, dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
kehidupan spiritual selalu ditandai dengan meditasi [1],karena itu,meditasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat menonjol di kalangan mereka yang menempuh jalan spiritual seperti tasawuf.
Muraqabah juga merupakan kontinuitas pengetahuan ,kesadaran dan keyakinan seseorang bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi keadaan lahiriah dan batiniahnya.
 Muraqabah sendiri memiliki tiga tingkatan , pertama ialah muraqabah menuju Allah secara terus menerus ,pengagungan yang mencengangkan, pendekatan yang memotivasi dan kegembiran yang membangkitkan.
Selanjutnya adalah kata”pendekatan yang memotivasi” berarti pendekatan dan kedekatan yang membawa hamba menuju Allah,terus menerus dalam perjalanan ini,menghadirkan hati bersama Allah,mengagungkan Allah dan tercengang melihat-NYA hingga lupa kepada selain-NYA.Kedekatan itu membawa penempuh jalan rohani untuk melakukan pengagungan kepada Allah yang menjadikannya tercengang dan lupa kepada dirinya sendiri dan terhadap yang lain.Karena setiap kali bertambah kedekatannya dengan Allah, maka bertambah pula pengagungannya kepada Allah, dan semakin lupa dengan makhluk.
6. kekuasaan-Nya di seluruh langit dan bumi.Tafakur termasuk wirid yang dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah,adapun kebaikan diseluruhdunia ini juga tergantung bagaimana kualitas tafakur seseorang.
7. Zikir berarti mengingat, menyebut,mengucapkan,mengagungkan dan mensucikan, maksudnya adalah dengan mengulang-ulang salah satu nama-Nya atau kalimat keagungannya.Zikir yang hakiki ialah sebuah keadaan spiritual di mana seseorang yang mengingat Allah memutuskan segenap kekuatan fisik dan spiritual kepada Allah, sehingga seluruh wujudnya bias bersatu dengan Allah.
Zikir juga dialami dalam banyak tataran,pada tataran yang paling luar,zikir merupakan penyebutan nama Allah secara berulang-ulang.Ini pada dasarnya merupakan praktik mekanis yang dilakukan dengan bersuara, menyebut nama suci atau membaca bacaan suci dengan atau tidak bersuara ,perhatian hati kepada nama suci tanpa mengucapkan nama itu.Penyebutan nama Allah secara berulang-ulang yang bersifat mekanis ini menciptakan saluran dalam hati wahana kesadaran yang sifatnya esoteric .Saluran ini merupakan saluran-saluran antithesis  yang diciptakan pikiran mekanis dalam benak. Kalau terus menerus melakukan praktik zikir kita tak akan menaruh perhatian pada proses berpikir yang tak ada ujung pangkalnya yang terus berlangsung dan kita akan memusatkan perhatian pada suatu titik.
2.7 ROSUL DAN SIFAT-SIFATNYA
Pengertian Nabi dan Rasul
Rasul adalah lelaki pilihan Allah yang mendapatkan wahyu untuk dirinya sendiri dan berkewajiban untuk disampaikan kepada umat-umatnya,rasul itu pasti nabi, namun nabi belum pasti rasul. Karena Perkataan Nabi berasal dari kata “naba” yang berarti pemberitahuan yang besar faedahnya. Selain itu Nabi memiliki pengertian lelaki pilihan Allah yang diberi wahyu hanya untuk dirinya sendiri tanpa harus wajib disampaikan kepada umatnya.
Penggunaan kata Rasul dalam Al-Qur’an lebih umum dari pada Nabi. Nabi hanya ditujukan kepada manusia yang dipilih Allah dan kata Rasul juga ditujukan untuk utusan Allah lainnya seperti malaikat. Namun Malaikat sebagai utusan Allah tidak terbiasa disebut Rasul, walaupun Al-Qur’an sendiri menggunakannya.[4]
Q.S. Al-Faathir, 35 : 1
 “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Ada pula di sebuah dalil naqli lain :
 “Tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila Telah datang Rasul mereka, diberikanlah Keputusan antara mereka[695] dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya”.
[695]  Maksudnya: antara Rasul dan kaumnya yang mendustakannya.
Utusan Allah atau yang lebih banyak disebut Rasulullah , telah dianugerahi sebuah keistimewaan dari Allah yang orang lain tak memilikinya dan tak mampu menjangkaunya dengan akal pikiran. Keistimewaan ini acap kali disebut mukjizat. Dengan adanya mukjizat yang luar biasa ini dapat menjadikan bukti bahwa lelaki ini adalah benar-benar lelaki pilihan Allah yang di utus untuk menyebarkan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia.
Allah SWT memiliki banyak utusan atau rasul , namun hanya ada 25 Nabi dan Rasul yang wajib lkita ketahui sebagai umat islam. Adapun 25 Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahui adalah sebagai berikut :
1.      Nabi Adam As                                                16. Nabi Zulkifli As
2.      Nabi Idris As                                      17. Nabi Daud As
3.      Nabi Nuh As                                       18. Nabi Sulaiman As
4.      Nabi Hud As                                       19. Nabi Ilyas As
5.      Nabi Sholeh As                                   20. Nabi Ilyasa As
6.      Nabi Ibrahim As                                 21. Nabi Yunus As
7.      Nabi Luth As                                      22. Nabi Zakariah As
8.      Nabi Ismail As                                    23. Nabi Yahya As
9.      Nabi Iskhaq As                                   24. Nabi Isa As
10.  Nabi Yakub As                                   25. Nabi Muhammad SAW
11.  Nabi Yusuf As
12.  Nabi Ayub As
13.  Nabi Su’eb As
14.  Nabi Harun As
15.  Nabi Musa As
Dari 25 Nabi dan Rasul tersebut , ada 5 Nabi dan Rasul yang mendapatkan gelar “Ulul Adzmi”, yang memiliki arti Nabi dan Rasul yang memiliki kesabaran luar biasa dalam menghadapi ujian dari Allah SWT , sebuah kesabaran dalam menyebarkan dan menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Berikut ini adalah Nabi dan Rasul yang mendapat gelar”Ulul Adzmi” :
1)      Nabi Nuh As                                 5) Nabi Muhammad SAW
2)      Nabi Ibrahim As
3)      Nabi Musa As
4)      Nabi Isa As
Sebagai utusan dari Allah, tentunya Nabi dan Rasul memiliki beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang Rasulullah. Adapun sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Siddiq
Sifat Rasulullah yang pertama adalah Siddiq yang memiliki arti jujur. Seorang utusan Allah haruslah memiliki sifat yang jujur, dengan adanya sifat jujur inilah segala apa yang disampaikan oleh Nabi dan Rasul adalah benar serta murni dari Allah karena dengan memiliki sifat inilah tak mungkin seprang Nabi dan Rasul berbohong atas ajaran dari Allah SWT.
2.      Amanah
Amanah memiliki arti dapat dipercaya. Seorang Nabi dan Rasul pastinya memiliki sifat dapat terpercaya dan tak mungkin seorang utusan Allah memiliki sifat yang khianat. Karena dalam menyampaikan ajaran Allah seorang utusan Allah haruslah mampu menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Allah SWT.
3.      Fatannah
Seorang Nabi dan Rasul pasti memiliki sifat fatannah yang artinya cerdas. Dalam menyampaikan ajaran Allah tentunya di perlukan pemikiran yang cerdas agar apa yang disampaikan oleh para utusan Allah ini dapat diterima dan dipahami oleh ummatnya.
4.      Tabliq
Ajaran atau wahyu yang telah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada para Nabi dan Rasul harusnya di sampaikan kepada ummatnya. Tanpa harus mengurangi maupun menambahi. Karena apa yang telah diwahyukan oleh Allah itu merupakan sebuah kebenaran dan kebaikan untuk ummat manusia agar selalu dalam ridho serta jalan-Nya.



















[1] Drs.Sidi Gazalba,Asas Ajaran Islam,(Jakarta : Bulan Bintang,1972),15
[2] KH. Muchtar Adam fadlullah, Ma’rifatullah, (Bandung: OASE Mata Air Makna, 2007), h 12
[3] A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h.2
[4] Prof. Dr. Zakiyah Drajat, dkk. Dasar-dasar Agama Islam “Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada PT Umum”. Bulan bintang. Jakarta. 1984.

0 komentar:

Post a Comment