BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN IMAN
Iman
berasal dari kata aamana (mempercayai).Maka iman berarti kepercayaan.[1]Dalam
bahasa Indonesia ada pula kata yakin (berasal dari ar.aqal)yang berarti percaya
sungguh-sungguh.Dalam hadist di
riwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam
hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun
billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan
kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat
juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Iman menurut bahasa adalah
membenarkan dengan hati atau percaya, sedangkan menurut syara’ iman itu
bukanlah suatu angan-angan akan tetapi apa yang telah mantap dalam hati dan
dibuktikan lewat amal perbuatan. Hal ini tercermin dalam salah satu hadis Nabi yang berikut ini:
Terjemahnya:
“Iman
itu bukanlah dengan angan-angan tetapi apa yang telah mentap di dalam hatimu
dan dibuktikan kebenarannya dengan amal”.
Dalam
Ensiklopedia Nasional Indonesia dikatakan bahwa:
“Iman
secara bahasa berasal dari kata anamah yang berarti menganugrahkan rasa aman
dan ketentraman, dan yang kedua masuk ke dalam suasana aman dan tentram,
pengertian pertama ditunjukkan kepada Tuhan, karena itu salah satu sifat Tuhan
yakni, al-Makmun, yaitu Maha
Memberi keamanan dan ketentraman kepada manusia melalui agama yang diturunkan
lewat Nabi. pengertian kedua dikaitkan dengan manusia. Seorang mukmin (orang
yang beriman) adalah mereka memasuki dalam suasana aman dan tentram menerima
prinsip yang telah ditetapkan Tuhan”.
Menurut
para ulama’, iman kepada Allah dan Rasulnya dilakukan dengan mengakui dalam
hati, mengucapkan secara lisan, dan mewujudkannya dalam perbuatan. Wujud iman
dengan lisan adalah dengan mengucapkan kalimat syahadat “asyhadu an-laa
ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” yang
artinya “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya besaksi bahwa
nabi Muhammad adalah utusan/rasul Allah.” Mengucapkan kalimat syahadat sendiri
merupakan rukun Islam yang pertama, yang dapat dikatakan merupakan titik awal
atau permulaan Islam dalam diri kita.
Kalimat
syahadat yang pertama sendiri, “asyhadu an-laa ilaaha illallaah”,
menunjukkan pengakuan kita bahwa Allah merupakan satu-satunya tuhan. Seorang
muslim harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidup,
satu-satunya penolong, dan satu-satunya dzat untuk disembah. Sebagaimana firman
Allah dalam Al Qur’an: Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu
kami memohon pertolongan (Al Fatihah:4). Sedangkan kalimat syahadat yang
kedua,” wa
asyhadu anna muhammadan rasuulullaah”, adalah pengakuan kita
terhadap Nabi Muhammad sebagai rasul Allah. Pengakuan ini pun menunjukkan bahwa
sebagai seorang muslim harus meyakini ajaran Islam yang diturunkan Allah
melalui Nabi Muhammad. Percaya kepada Allah dan rasul-Nya tidak hanya cukup
diucapkan melalui kalimat syahadat, yang lebih penting adalah hati kita sendiri
membenarkan pernyataan itu. Tidak akan berarti apa-apa ucapan kalimat syahadat
secara lisan yang tidak dibarengi dengan ucapan dalam hati kita. Dengan tidak
sepenuhnya mengucapkan dan membenarkan kalimat syahadat ini maka amalan seperti
sholat, puasa, zakat tentunya akan menjadi sia-sia.
Adapun Rukun Iman itu terdiri atas 6 pokok
keyakinan,yaitu :
1) Yakin akan Tuhan Yang Maha
Esa
2) Yakin akan
Malaikat-Malaikat
3) Yakin akan Kitab-Kitab Suci
Allah.
4) Yakin akan Rasul-Rasul
Allah
5) Yakin akan Yaumul Akhir
(hari akhir )
6) Yakin akan Qadha’ dan
Qadar yang berasal dari Allah.
I.
Pengertian Iman kepada Allah SWT
Beriman kepada Allah adalah
kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat
manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
II.
Pengertian
Iman Kepada Malaikat
Salah satu makhluk Allah
swt. yang diciptakan di alam ini adalah malaikat. Dia bersifat gaib bagi manusia, karena tidak dapat
dilihat ataupun disentuh dengan panca indra manusia.
Sebagai muslim kita diwajibkan beriman kepada malaikat. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang kedua. Apa yang dimaksud iman kepada malaikat? Iman kepada malaikat berarti meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dariAllah. Dasar yang menjelaskan adanya makhluk malaikat tercantum dalam ayat berikut ini yang artinya :
Sebagai muslim kita diwajibkan beriman kepada malaikat. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang kedua. Apa yang dimaksud iman kepada malaikat? Iman kepada malaikat berarti meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dariAllah. Dasar yang menjelaskan adanya makhluk malaikat tercantum dalam ayat berikut ini yang artinya :
“Segala puji bagi Allah
pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk
mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap masing-masing (ada yang)
dua, tiga dan empat.” (Q.S. Fatir: 1)
III.
Pengertian Beriman kepada Kitab-kitab Allah
Beriman kepada kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala merupakan
salah satu rukun iman. Yakni meyakini dengan keyakinan yang kuat bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala memiliki kitab-kitab yang Dia turunkan kepada para
rasul yang dikehendaki-Nya, Dia turunkan dengan kebenaran yang nyata dan
petunjuk yang terang. Kitab-kitab tersebut adalah Kalamullah (Firman/
Perkataan Allah) bukan makhluk. Maka wajib beriman secara global kepada semua
kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala, dan wajib beriman secara rinci
kepada kitab-kitab yang disebutkan namanya secara rinci.
Beriman kepada Kitab-kitab Allah subhanahu wa ta’ala mencakup
beberapa hal berikut:
1. Mengimani bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar turun
dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Beriman terhadap kitab yang kita ketahui nama-namanya.
kita mengimaninya sesuai dengan namanya, seperti beriman bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala telah menurunkan kitab Al-Qur`an. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Al-Baqarah: 185)
IV.
Pengertian Iman kepada Rasul Allah SWT
Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman
yang keempat dari enam rukun yang wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang
dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini dengan sepenuh hati bahwa para
rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah swt. untuk menerima
wahyu dariNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan
pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Pengertian rasul dan nabi berbeda. Rasul adalah manusia pilihan yang
diberi wahyu oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri dan mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan kepada umatnya.Nabi adalah
manusia pilihan yang di beri wahyu oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri tetapi
tidak wajib menyampaikan pada umatnya. Dengan demikian seorang rasul pasti nabi
tetapi nabi belum tentu rasul. Meskipun demikian kita wajib meyakini keduanya.
Firman Allah SWT :
“Dan kami mengutus
para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi
peringatan.Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada
kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al
An’am 6 : 48)
. Tanda-Tanda
Beriman Kepada Rasul-Rasul Allah SWT
1.
Teguh
keimananya kepada Allah SWT
2.
Mempercayai
ajaran yang disampaikan para Rasul
3.
Mengamalkan
ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasul
4.
Menjadikan
Rasul sebagai teladan hidup, baik sebagai pribadi ataupun pemimpin umat
V.
Pengertian beriman
kepada Hari Akhir
Beriman kepada Hari Akhir adalah percaya atau meyakini
dengan sepenuh hati bahwa Hari Akhir itu pasti akan terjadi atas kehendak Allah
SWT. Hari Akhir yaitu hari berakhirnya (hancurnya) segala sesuatu yang ada di
alam dunia ini. Tidak ada satupun makhluk yang mengetahui secara pasti kapan
terjadinya Hari Akhir itu, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Iman kepada Hari
Akhir merupakan rukun iman yang kelima, barangsiapa yang tidak mempercayai
kedatangannya maka ia kafir. Tentang Hari Akhir yang pasti terjadi itu, Allah
menegaskan dalam Al-Qur’an :
Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan sungguh Allah akan membangkitkan semua orang di dalam kubur. (QS. Al-Hajj : 7)
Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan sungguh Allah akan membangkitkan semua orang di dalam kubur. (QS. Al-Hajj : 7)
VI.
Pengertian Qadha dan Qadar
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman
yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah
SWT terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum
sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui terlebih
dahulu karena Allah SWT merencanakan serta yang menentukannya. Manusia tidak
akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT sekalipun ia manusia yang terpandai
di dunia ini.
Manusia punya rencana, tetapi Tuhan yang menentukan. Ungkapan ini banyak benarnya dan kedudukan Allah SWT juga kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya. Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata.
Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang pasti berlaku bagi setiap makhluk sesuai dengan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya : “Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”QS.A-rRo’du:8)
Dari pengertian hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Qadha dan qadar disebut juga dengan takdir.
Manusia punya rencana, tetapi Tuhan yang menentukan. Ungkapan ini banyak benarnya dan kedudukan Allah SWT juga kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya. Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata.
Qadar adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang pasti berlaku bagi setiap makhluk sesuai dengan ketentuan yang telah dipastikan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Oleh karena itulah, baik buruknya telah direncanakan terlebih dahulu oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang Artinya : “Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.”QS.A-rRo’du:8)
Dari pengertian hadis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Qadha dan qadar disebut juga dengan takdir.
2.2
WUJUD IMAN
Wujud dari iman adalah
sebuah pekerjaan di dalam hati dan angan-angan kita, seperti halnya bila kita menghendaki
mewujudkan sesuatu benda atau mewujudkan sesuatu gambar, maka hati dan pikiran
kita sepenuhnya tertuju pada benda atau gambar tersebut sampai selesai.
Demikian juga dengan wujud iman, wujud dari iman adalah semua pekerjaan yang
kita lakukan yang diniatkan semata-mata
hanya untuk beribadah dan mencari ridho Allah dan angan-angan kita hanya
tertuju kepada Allah (bertauhid kepada Allah). Bila pekerjaan tersebut selesai
maka hati dan angan-angan tidak berhenti bekerja mewujudkan benda atau
gambar tersebut, demikian juga dengan
iman sebelum kita bertemu dengan Allah dihari kiamat maka hati dan angan-angan
kita tidak berhenti untuk beriman. Bila jasad kita telah mati maka ruh kita
yang melanjutkan pekerjaan iman kita tersebut sampai dengan hari akhir
(kiamat). Dari hal tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa sewaktu-waktu
dikala kita sedang bekerja, sedang tidur bahkan sedang buang hajatpun hati dan
angan-angan kita tetap hanya tertuju kepada Allah S.W.T semata, karena beriman
yang seperti itu merupakan kunci dari semua urusan peribadahan yang kita
lakukan terutama pada saat kita sholat.
Pada umumnya bila kita bersholat Allahhu
Akbar kita menyebut asma
Allah.Angan-angan dan pikiran kita tertuju pada hal lain, contoh seperti kita
ingat pasar, memikirkan hutang, memikirkan pekerjaan kantor dan sebagainya
selain Allah, maka sebenarnya hanya yang seperti itu disebut orang
munafik, fasik, kafir hatinya. Dan hal tersebut yang sebenarnya disebut
menyekutukan Allah S.W.T. seperti dalan Fiman Allah dalam Al-Qur'an surat Al
Baqarah : 165 :

Artinya :
Dan di antara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah
2.3
PROSES TERBENTUKNYA IMAN
Sejak
awal roh manusia telah mengambil kesaksian bahwa Rabb-Nya adalah Allah SWT.Ini
berarti setiap manusia mempunyai benih iman, sesuai dengan surat:
وَإِذْأَخَذَرَبُّكَمِنْبَنِيآدَمَمِنْظُهُورِهِمْذُرِّيَّتَهُمْوَأَشْهَدَهُمْعَلَىٰأَنْفُسِهِمْأَلَسْتُبِرَبِّكُمْ
ۖ قَالُوابَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْتَقُولُوايَوْمَالْقِيَامَةِإِنَّاكُنَّاعَنْهَٰذَاغَافِلِينَ
Dan (ingatlah),
ketikaTuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:
"Betul (EngkauTuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadapini(keesaanTuhan)",
(QS: Al-A'raf Ayat: 172)
(QS: Al-A'raf Ayat: 172)
Potensi
fitrah atau iman Islam tersebut perlu di tindak lanjuti dan yang paling
berkompeten menumbuhkan potensi iman Islam tersebut adalah kedua orang
tua.Seperti hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya : “Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan Fitrah, kedua orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut
menjadi Yahudi,Nasrani atau Majusi”.
Benih iman yang dibawa
sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan.Pada dasarnya
proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan,kemudian meningkat
menjadi senang atau benci.Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah.Jika seseorang
tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada
Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada
Allah, maka ajaran
Allah harus
diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat
pemahaman.Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak
diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses
pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan,seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang.Seseorang harus di biasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintah Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya,agar kelak setelah
dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran- ajaran Allah.
2.4 TANDA-TANDA
ORANG YANG BERIMAN
Berikut tanda-tanda
orang yang beriman kepada Allah SWT menurut Al-Qur’an:
1.
Sangat mencintai Allah SWT.
Ketahuilah bahwa orang kalau sudah mencintai
pastinya akan sangat trengginas, cekatan dan aktif, dan dalam hal ini melakukan
berbagai macam kebajikan sebagai wujud akan rasa cintanya.
Dalilnya, Suarat Al-Baqarah ayat 165.
dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya
kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106]
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka menyesal).
[106] Yang dimaksud dengan orang yang zalim
di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
2.
Menjadi Kader Perjuangan Islam.
Dalil SUrat Al-Anfaal ayat 64-65
Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung)
bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.
65. Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada
dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan
dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan
orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti[623].
[623] Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk
membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang hanya
semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah
lainnya.
3.
Selalu Komitmen dalam Syahadatnya.
Dalil Surat Al-Fath ayat 18
18. Sesungguhnya Allah
telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu
di bawah pohon[1399], Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu
menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya)[1400].
[1399] Pada bulan Zulkaidah tahun keenam
Hijriyyah Nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi
Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah
lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman
bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan
kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang
karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa
Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan
bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun Mengadakan janji setia kepada
Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan
tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam
ayat 18 surat ini, karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan ini
menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim
utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini
terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
[1400] Yang dimaksud dengan kemenangan yang
dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.
4.
Tiap Pekerjaan selalu didasari Ilmu.
Dalil Surat Al-Isar' ayat 36
dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.
5.
Mentaati Aturan.
Dalilnya Surat AN-Nisa' ayat 60, 65.
60. Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim
kepada thaghut[312], Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu.
dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya.
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.
[312] Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum
muslimin dan ada yang mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung di masa Nabi.
Termasuk Thaghut juga: 1. orang yang menetapkan hukum secara curang menurut
hawa nafsu. 2. berhala-berhala.
Surat An-Nur ayat 51
51. Sesungguhnya jawaban
oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka[1045] ialah ucapan. "Kami
mendengar, dan Kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
[1045] Maksudnya: di antara kaum muslimin dengan kaum muslimin dan
antara kaum muslimin dengan yang bukan muslimin.
Surat Al-Ahzab ayat 36.
36. dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.
6.
Hidup Berjamaah
Surat An-Nisa' ayat 59.
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika
kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
7.
Senantiasa Bersyukur.
Dalinya SUrat Saba ayat 13.
13. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa
yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan
piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di
atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
2.5
MENGENALI ALLAH (MA’RIFATULLAH)
Dalam khasanah Islam, kata Ma’rifatullah tidak asing lagi
bagi kaum muslimin. Tetapi dengan semakin adanya perkembangan jaman
lama-kelamaan istilah ini mulai kurang dipahami oleh kaum muslimin bahkan akan
mungkin terdengar aneh karena makin banyak kaum muslimin yang belum mengenal
istilah ini.
Kata
Ma’rifatullah berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, ‘irfatan, wa ‘irfanan, wa
‘iroffanan, wa ma’rifatan. Arti menurut istilah ialah ‘pengetahuan yang sangat
pasti tentang al-Khaliq (Allah swt) yang diperoleh dari hati sanubari. Makrifat
adalah hadirnya al-Haq sementara kalbunya selalu berhubungan erat dengan
nur-Nya. DR. Mustafa Zuhri mengungkapkan bahwa makrifat adalah ketetapan kalbu
dalam meyakini wujud al-Wajib (Allah Swt) yang menggambarkan segala
kesempurnaan. Sedangkan Imam Al-Qusyairi berkata menyatakan bahwa makrifat
adalah membuat ketenangan dalam kalbu sebagaimana ilmu membuat ketenangan pada
akal pikiran. Semakin meningkat makrifat seseorang maka akan semakin meningkat
pula ketentuan kalbunya.[2]
Mungkin
ada kalangan kaum muslimin yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu
berbicara tentang Allah (makrifat) padahal kita sudah sering mendengar dan
menyebut nama-Nya, dan kita tahu bahwa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah
cukup untuk kita? Jawabannya adalah tidak. Jangan sekali-kali kita merasa cukup
dengan pemahaman dan pengenalan yang kita miliki kita terhadap Allah. Karena
semakin memahami dan mengenali-Nya kita merasa semakin dekat dengan-Nya. Selain
itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi, kita bisa terhindar dari
pemahamn-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita terhindar dari
sikap-sikap yang salah tentang Allah.
Urgensi Ma’rifatullah
Nabi
Muhammad Saw pernah bersabda dalam sebuah hadis yaitu “Awwalu al-din
ma’rifatullah” (pertama sekali al-din atau keberagaman itu adalah
ma’rifatullah. Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa ma’rifatullah
berarti mengenal Allah atau merasakan kehadiranNya. Kemampuan kita untuk
merasakan kehadiran Ilahi yang senantiasa berada dalam diri kita dalam
kehidupan ini akan membawa kita untuk melakukan ibadah sesuai dengan ajaran
islam dengan lebih baik. Sehingga hal itu akan menjauhkan kita untuk berbuat
hal-hal yang dilarang pleh ajaran Islam.
Tujuan Ma’rifatullah
Tujuan
dari ma’rifatullah adalah semakin memahami dan mengenali-Nya kita merasa
semakin dekat dengan-Nya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi,
kita bisa terhindar dari pemahamn-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita
terhindar dari sikap-sikap yang salah tentang Allah.
Manfaat Ma’rifatullah
Penataan
diri lewat ma’rifatullah akan membuat hidup ini semakin indah, tenang tanpa
rasa takut bahkan terhadap rezeki, karena kita akan mempercayai pada Allah Swt
bahwa rezeki kita akan dijamin oleh-Nya. Selain itu hati kita akan selalu
merasa dekat dengan Allah Swt sekalipun dalam keramaian yang akan menyebabkan
kita akan merasa lebih tuma’ninah (nikmat) dalam menjalankan ibadah kita tanpa
merasa ada keberatan atau keterpaksaan dalam menjalankan segala yang
diperintahkan oleh-Nya.
Sebagai
usaha kita untuk mengenali Allah Swt maka kita sebagai umat Islam diwajibkan
untuk mengetahui sifat-sifat Allah, yaitu[3]
:
1. Wujud:Berarti “ada”, maka mustahil Allah itu
tidak ada.
2. Qidam:Qidam artinya “terdahulu”(tanpa ada
awalnya), maka mustahil Allah itu didahului
oleh ‘adam(ketiadaan).
3. Baqa’:Artinya “kekal”, maka mustahil Allah
binasa
4. Mukhalafu lil-Hawadist:Artinya berlawanan
dengan segala sesuatu yang baru, maka mustahil bagi Allah bersamaan dengan
segala sesuatu yang baru.
5. Qiyamuhu Binafsihi:Artinya berdiri sendiri,
maka mustahil Allah tidak berdiri dengan sendirinya.
6. Wahdaniyah:Artinya Esa dzt-Nya, sifat-Nya,
dan fi’il-Nya
7. Qudrat:Artinya Allah itu kuasa
8. Iradat:Artinya ialah berkehendak
(berkeinginan), maka mustahil Allah bersifat terpakasa.
9. ‘Ilmun:Ilmun artinya mengetahui, maka
mustahil Allah itu jahil (tidak mengetahui)
10. Hayat:Hayat itu artinya hidup. Mustahil Allah
itu mati
11. Sam’un:Sa’mun artinya mendengar, mustahil
Allah itu tuli
12. Bashar:Bashar artinya melihat, maka mustahil
Allah itu buta.
13. Kalam:Kalam artinya berbicara, maka mustahil
Allah tidak dapat berbicara.
2.6 METODE
MA’RIFATULLAH
Hal
ini sangat perlu dan wajib kita ketahui, karena tatkala seseorang tidak
mengenal cara yang benar dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla, maka ia akan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla dengan cara-cara
keliru. Contoh kekeliruan dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla adalah dengan anggapan bahwa mengenal Allah
seperti mengenal diri sendiri, mereka berdalil: “Siapa yang mengenal dirinya
maka mereka akan kenal dengan Tuhannya” ungkapan tersebut adalah hadist maudhu
(palsu).
Berikut Manhaj (metode) dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’âla adalah:
1. Mentadabburi dan tafakkur terhadap kebesaran
ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keagungan-Nya, karena dengan melakukan
hal seperti itu akan mengantarkan seseorang kepada mengenal Allah Subhanahu wa
Ta’ala, mengenal kekuasaan-Nya, dan keagungan-Nya serta rahmat-Nya. Dalam hal
ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan
langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”.(QS. al-A’raf: 185)“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan pada pertukaran malam dan siang, terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.” (QS. Ali Imran: 190)
Tatkala seseorang mau mengkaji dan mentadabburi ciptaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung ini, maka dengan sendirinya mereka akan
semakin yakin dan kagum kepada Penciptanya, Dzat yang maha segala-galanya dan
tidak bisa disaingi oleh siapapun. Lihatlah langit, bulan, matahari, siang,
malam bahkan manusia sendiri yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk. Semua
ini menunjukkan kehebatan Sang Pencipta.
2. Mengkaji ayat-ayat Syar’i (al-Qur’an)
Seseorang yang ingin kenal dengan Allah Subhanahu wa
Ta’ala, maka wajib baginya untuk memandang ayat-ayat Syar’i, yaitu alqur’anul
karim. Karena tidak cukup hanya dengan melihat keagungan ciptaan-Nya saja.
Al-Qur’an akan memberikan keyakinan dan akan memperkenalkan kepada tentang
Allah ‘Azza wa Jalla, ia merupakan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalamnya
terdapat kemaslahatan-kemaslahatan yang besar, karena tidak akan tegak
kehidupan makhluk, baik di dunia maupun di akhirat kecuali dengan mengenalnya.
Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur’an.
Kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari Allah, maka sungguh mereka akan
mendapati perselisihan yang sangat banyak di dalamnya”.(QS. an-Nisaa’: 82)
Tentu semua ini harus dikaji dengan ilmu, sedangkan untuk
mendapatkan ilmu seseorang tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu
datangnya ilmu tersebut. Hendaklah seseorang yang akan mengenal Allah I mau
belajar, hadir di majelis-majelis ilmu, mempunyai perhatian tentang Aqidah yang
Shohih.Semakin tinggi ilmu seseorang tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia
akan semakin mengetahui nikmat dan manfaat yang dapat ia rasakan, bahkan ia
akan semakin takut untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiyat, dan juga ia
akan merasakan semakin kuat dorongan di dalam beramal sholeh dan melaksanakan
syari’at agama ini. Hal ini disebabkan karena perintah-perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala yang lain adalah realisasi dari mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Untuk menambah bahan bacaan dalam hal ini kami anjurkan para pembaca untuk
membaca buku-buku aqidah seperti:
Syarah Tsalatsatul Ushul
oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, kitab Tauhid oleh Syaikh Sholeh
al-Fauzan dari jilid 1 – 3.
4 hal pokok yang wajib diperhatikan dalam mengenal
Allah ‘Azza wa Jalla dan beriman dengan-Nya.
1.
Beriman dengan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Seorang
yang mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib baginya meyakini adanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dengan dalil akal maupun dalil naqli (al-Quran
dan Sunnah)
2. Beriman
dengan Rububiyah Allah ‘Azza wa Jalla
Meyakini bahwa Dialah satu-satunya Robb, yang tidak ada
sekutu bagi-Nya. Dialah Allah yang menghidupkan, mematikan, memberi
rezki, serta mengatur alam semesta ini.
3 Beriman
dengan Uluhiyah-Nya Allah Subhanahu wa Ta’ala
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
satu-satunya zat yang harus disembah dan diibadati.
4. Beriman
dengan asma’ dan sifat-Nya.
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai
nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang husna sesuai dengan kemuliaan-Nya, dan
wajib menetapkan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi
diri-Nya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Buah dari mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala
(Ma’rifatullah)
Ketika
seorang muslim telah kenal dengan Robbnya dengan benar, maka dengan sendirinya
ia akan merasakan kenikmatan, ketenangan dan kebahagian hidup serta mampu
menghadapi kehidupan dengan baik. Ibarat pepatah mengatakan tak kenal, maka tak
sayang, dan tak sayang maka tak cinta.
Syaikh
Utsaimin rahimahullah mengatakan
dalam kitab beliau Syarah Tsalasatul
Ushul, bahwa buah yang didapatkan bagi orang yang beriman dengan Allah
Subhanahu wa ta’ala (ma’rifatullah)
adalah sebagai berikut :
1. Terwujudnya tauhid yang sesungguhnya, karena ia
tidak lagi mempunyai ketergantungan, pengharapan dan rasa takut kecuali hanya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, dan ia tidak menyembah kecuali
kepada-Nya.
2. Sempurnanya cintanya kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, mengagungkan-Nya, disebabkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai
nama-nama yang husna dan sifat-sifat yang tinggi yang tidak sama dengan
makhluk. Dengan mengetahui hal tersebut, akan bertambah yakin dengan
kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla.
3. Dengan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beriman kepada-Nya, maka
seseorang bias mewujudkan ibadah yang
sesungguhnya kepada Allah Ta’ala, dengan
melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
kehidupan spiritual
selalu ditandai dengan meditasi [1],karena itu,meditasi merupakan kegiatan
sehari-hari yang sangat menonjol di kalangan mereka yang menempuh jalan
spiritual seperti tasawuf.
Muraqabah juga
merupakan kontinuitas pengetahuan ,kesadaran dan keyakinan seseorang bahwa
Allah selalu melihat dan mengawasi keadaan lahiriah dan batiniahnya.
Muraqabah sendiri memiliki tiga tingkatan ,
pertama ialah muraqabah menuju Allah secara terus menerus ,pengagungan yang
mencengangkan, pendekatan yang memotivasi dan kegembiran yang membangkitkan.
Selanjutnya adalah
kata”pendekatan yang memotivasi” berarti pendekatan dan kedekatan yang membawa
hamba menuju Allah,terus menerus dalam perjalanan ini,menghadirkan hati bersama
Allah,mengagungkan Allah dan tercengang melihat-NYA hingga lupa kepada
selain-NYA.Kedekatan itu membawa penempuh jalan rohani untuk melakukan
pengagungan kepada Allah yang menjadikannya tercengang dan lupa kepada dirinya
sendiri dan terhadap yang lain.Karena setiap kali bertambah kedekatannya dengan
Allah, maka bertambah pula pengagungannya kepada Allah, dan semakin lupa dengan
makhluk.
6. kekuasaan-Nya di
seluruh langit dan bumi.Tafakur termasuk wirid yang dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah,adapun kebaikan diseluruhdunia ini juga tergantung
bagaimana kualitas tafakur seseorang.
7. Zikir berarti mengingat, menyebut,mengucapkan,mengagungkan dan
mensucikan, maksudnya adalah dengan mengulang-ulang salah satu nama-Nya atau
kalimat keagungannya.Zikir yang hakiki ialah sebuah keadaan spiritual di mana
seseorang yang mengingat Allah memutuskan segenap kekuatan fisik dan spiritual
kepada Allah, sehingga seluruh wujudnya bias bersatu dengan Allah.
Zikir juga dialami
dalam banyak tataran,pada tataran yang paling luar,zikir merupakan penyebutan nama
Allah secara berulang-ulang.Ini pada dasarnya merupakan praktik mekanis yang
dilakukan dengan bersuara, menyebut nama suci atau membaca bacaan suci dengan
atau tidak bersuara ,perhatian hati kepada nama suci tanpa mengucapkan nama
itu.Penyebutan nama Allah secara berulang-ulang yang bersifat mekanis ini
menciptakan saluran dalam hati wahana kesadaran yang sifatnya esoteric .Saluran
ini merupakan saluran-saluran antithesis
yang diciptakan pikiran mekanis dalam benak. Kalau terus menerus
melakukan praktik zikir kita tak akan menaruh perhatian pada proses berpikir
yang tak ada ujung pangkalnya yang terus berlangsung dan kita akan memusatkan
perhatian pada suatu titik.
2.7 ROSUL DAN
SIFAT-SIFATNYA
Pengertian Nabi dan Rasul
Rasul adalah lelaki pilihan Allah yang
mendapatkan wahyu untuk dirinya sendiri dan berkewajiban untuk disampaikan
kepada umat-umatnya,rasul itu pasti nabi, namun nabi belum pasti rasul. Karena
Perkataan Nabi berasal dari kata “naba” yang berarti pemberitahuan yang besar
faedahnya. Selain itu Nabi memiliki pengertian lelaki pilihan Allah yang diberi
wahyu hanya untuk dirinya sendiri tanpa harus wajib disampaikan kepada umatnya.
Penggunaan kata Rasul dalam Al-Qur’an lebih
umum dari pada Nabi. Nabi hanya ditujukan kepada manusia yang dipilih Allah dan
kata Rasul juga ditujukan untuk utusan Allah lainnya seperti malaikat. Namun
Malaikat sebagai utusan Allah tidak terbiasa disebut Rasul, walaupun Al-Qur’an
sendiri menggunakannya.[4]
Q.S. Al-Faathir, 35 : 1
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan
bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai
macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan
empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Ada pula di sebuah dalil naqli lain :
“Tiap-tiap umat mempunyai rasul; Maka apabila
Telah datang Rasul mereka, diberikanlah Keputusan antara mereka[695] dengan
adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya”.
[695]
Maksudnya: antara Rasul dan kaumnya yang mendustakannya.
Utusan
Allah atau yang lebih banyak disebut Rasulullah , telah dianugerahi sebuah
keistimewaan dari Allah yang orang lain tak memilikinya dan tak mampu
menjangkaunya dengan akal pikiran. Keistimewaan ini acap kali disebut mukjizat.
Dengan adanya mukjizat yang luar biasa ini dapat menjadikan bukti bahwa lelaki
ini adalah benar-benar lelaki pilihan Allah yang di utus untuk menyebarkan
ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia.
Allah
SWT memiliki banyak utusan atau rasul , namun hanya ada 25 Nabi dan Rasul yang
wajib lkita ketahui sebagai umat islam. Adapun 25 Nabi dan Rasul yang wajib
kita ketahui adalah sebagai berikut :
1.
Nabi
Adam As 16.
Nabi Zulkifli As
2.
Nabi
Idris As 17.
Nabi Daud As
3.
Nabi
Nuh As 18.
Nabi Sulaiman As
4.
Nabi
Hud As 19.
Nabi Ilyas As
5.
Nabi
Sholeh As 20.
Nabi Ilyasa As
6.
Nabi
Ibrahim As 21.
Nabi Yunus As
7.
Nabi
Luth As 22.
Nabi Zakariah As
8.
Nabi
Ismail As 23.
Nabi Yahya As
9.
Nabi
Iskhaq As 24.
Nabi Isa As
10. Nabi Yakub As 25.
Nabi Muhammad SAW
11. Nabi Yusuf As
12. Nabi Ayub As
13. Nabi Su’eb As
14. Nabi Harun As
15. Nabi Musa As
Dari 25
Nabi dan Rasul tersebut , ada 5 Nabi dan Rasul yang mendapatkan gelar “Ulul
Adzmi”, yang memiliki arti Nabi dan Rasul yang memiliki kesabaran luar biasa
dalam menghadapi ujian dari Allah SWT , sebuah kesabaran dalam menyebarkan dan
menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Berikut ini adalah Nabi dan Rasul yang
mendapat gelar”Ulul Adzmi” :
1)
Nabi
Nuh As 5)
Nabi Muhammad SAW
2)
Nabi
Ibrahim As
3)
Nabi
Musa As
4)
Nabi
Isa As
Sebagai
utusan dari Allah, tentunya Nabi dan Rasul memiliki beberapa sifat yang harus
dimiliki oleh seorang Rasulullah. Adapun sifat-sifat tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Siddiq
Sifat Rasulullah yang pertama adalah Siddiq yang memiliki arti jujur.
Seorang utusan Allah haruslah memiliki sifat yang jujur, dengan adanya sifat
jujur inilah segala apa yang disampaikan oleh Nabi dan Rasul adalah benar serta
murni dari Allah karena dengan memiliki sifat inilah tak mungkin seprang Nabi
dan Rasul berbohong atas ajaran dari Allah SWT.
2.
Amanah
Amanah memiliki arti dapat dipercaya. Seorang Nabi dan Rasul pastinya
memiliki sifat dapat terpercaya dan tak mungkin seorang utusan Allah memiliki
sifat yang khianat. Karena dalam menyampaikan ajaran Allah seorang utusan Allah
haruslah mampu menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Allah SWT.
3.
Fatannah
Seorang Nabi dan Rasul pasti memiliki sifat fatannah yang artinya
cerdas. Dalam menyampaikan ajaran Allah tentunya di perlukan pemikiran yang
cerdas agar apa yang disampaikan oleh para utusan Allah ini dapat diterima dan
dipahami oleh ummatnya.
4.
Tabliq
Ajaran atau wahyu yang telah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada
para Nabi dan Rasul harusnya di sampaikan kepada ummatnya. Tanpa harus
mengurangi maupun menambahi. Karena apa yang telah diwahyukan oleh Allah itu
merupakan sebuah kebenaran dan kebaikan untuk ummat manusia agar selalu dalam
ridho serta jalan-Nya.
[1]
Drs.Sidi Gazalba,Asas Ajaran Islam,(Jakarta : Bulan Bintang,1972),15
[2] KH. Muchtar Adam fadlullah, Ma’rifatullah, (Bandung: OASE Mata Air
Makna, 2007), h 12
[3] A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1992), h.2
[4] Prof. Dr. Zakiyah Drajat, dkk.
Dasar-dasar Agama Islam “Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada PT Umum”. Bulan
bintang. Jakarta. 1984.


0 komentar:
Post a Comment